![]() |
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan |
JAKARTA – Mulai tahun
depan siswa SD/sederajat yang mau naik jenjang ke SMP/sederajat tidak
perlu susah-susah mengikuti ujian nasional (unas). Sebab secara resmi
pemerintah menghapus unas untuk jenjang SD. Penghapusan ini muncul
karena konsekuensi penerapan kurikulum baru yang berbasis tematik
integratif.
Penghapusan unas SD ini tertuang dalam
pasal 67 ayat 1a PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP Nomor
19 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal tadi berbunyi;
Ujian nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau
bentuk lain yang sederajat.
Ditemui di ruang kerjanya kemarin,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengakui jika
mulai tahun depan tidak ada lagi unas untuk siswa SD. “Untuk penegasan
lagi, nanti aturan baru ini akan kami bawa di konvensi pendidikan,”
tandasnya.
Konvensi ini merupakan ajang rembuk masal
tentang pendidikan yang diprakarsai Kemendikbud untuk mencari jalan
tengah atas segala polemik pendidikan nasional. Seperti penyelenggaraan
unas, penerapan kurikulum, dan sebagainya. Rencananya konvensi ini
diselenggarakan September mendatang.
Nuh menuturkan penghapusan unas SD ini
sejatinya bukan hal yang signifikan. “Sebab SD dan SMP itu sama-sama
pendidikan dasar (dikdas). Meskipun SMP itu menengah, tetap pendidikan
dasar,” urai menteri asal Surabaya itu. Dia mengatakan bahwa dalam PP
tadi yang dihapus adalah unas. Namun untuk sistem evaluasi akhir, tetapi
akan dijalankan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Merujuk pada PP tadi, yang disebut unas
adalah penugasan evaluasi akhir yang dilakukan oleh Kemendikbud kepada
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Nah dengan ketentuan tadi,
sistem evaluasi akhir di SD mulai tahun depan kemungkinan masih tetap
ada, tetapi bukan lagi berbentuk unas dan tidak dikontrol atau
dikendalikan Kemendikbud.
Selain bentuknya yang bakal berubah,
fungsi ujian akhir nanti juga bukan lagi meluluskan atau tidak
meluluskan siswa seperti saat ini. “Pada prinsipnya evaluasi akhir itu
tetap ada,” tegas Nuh. Perkara nanti dikendalikan penuh oleh satuan
pendidikan atau sekolah, dinas pendidikan kabupaten atau kota, hingga
prvonsi, akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen). Nuh mengatakan
sampai saat ini, belum ada satupun Permen yang dikeluarkan atas amant PP
32/2013 yang diteken Presiden pada 7 Mei lalu itu.
Nuh mengakui jika selama ini ada sistem
peralihan siswa dari SD ke SMP yang keliru. Dia mengatakan jika sistem
tes tulis untuk saringan masuk di SMP itu tidak dibenarkan oleh
Kemendikbud. “Saya tegaskan lagi jika SD dan SMP itu masih sama-sama
pendidikan dasar. Beda dengan dari SMP ke SMA yang beda tingkatan (SMA
adalah pendidikan menengah, red),” urai mantan rektor ITS itu.
Menurut Nuh ketika siswa menuntaskan
pembelajaran di jenjang SD melalui unas, seharusnya tidak perlu lagi
dites tulis ketika masuk ke SMP. “Cukup di-ranking berdasarkan hasil
unas dan rapor saja,” kata dia. Nuh mengatakan akan terjadi benturan
ketika keluar SD menjalani tes tulis (berupa unas) dan ketika masuk SMP
kembali dites tulis lagi.
Ketika tahun depan unas SD dihapus, Nuh
membeberkan perkiraan sejumlah alternatif konsekuensi. Diantara yang
paling memungkinkan adalah, penerapan tes tulis masuk SMP yang bakal
diperketat standarisasinya, khususnya di SMP negeri. Upaya ini bukan
berarti untuk menghambat wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas)
sembilan tahun. Namun lebih untuk mengontrol kualitas output yang
dihasilkan oleh SD.
Nuh menuturkan tes tulis masuk SMP masih
diperbolehkan ketika masih ada era rintisan sekolah berstandar
internasional (RSBI). “Tetapi sekarang kan RSBI sudah almarhum (tidak
ada, red),” ujarnya. Sehingga seluruh sekolah bekas RSBI kembali menjadi
sekolah reguler. Ditarik lebih jauh lagi, pengetatan standarisasi tes
masuk SMP itu bakal direspon oleh SD untuk lebih ketat meluluskan
siswanya.
Konsekuensi jika asal meluluskan siswa
SD, mereka bisa tidak diterima di SMP yang menjalankan seleksi tulis
dengan ketat. Nuh mengatakan bahwa semangat wajar dikdas itu adalah
siswa harus belajar. “Apakah kembali belajar di SD atau lanjut ke SMP,
yang penting belajar,” ujarnya.
Di lingkungan istana Presiden, kabar
penghapusan unas SD masih landai meskipun PP-nya sudah diteken presiden.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, pihak istana
belum bisa berbicara banyak tentang sistem evaluasi baru di jenjang SD
itu.
“Terkait keputusan penghapusan unas SD,
kami belum bisa berkomentar banyak,” katanya. Julian mengatakan pihak
istana masih menunggu paparan lebih lanjut dari pihak Kemendikbud. “Dia
menegaskan Presiden masih menunggu paparan lebih rinci dari Mendikbud,”
pungkasnya.
Dikutip dari situs Setkab.go.id, Selasa
(14/5), ketentuan itu tertuang dalam PP 32/2013 tentang Perubahan atas
PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang telah disahkan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2013 lalu. (wan/ken/jpnn)
sumber : Metrosiantar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kritik dan saran serta komentar positiv sangat kami harapkan. Siapapun anda boleh memberikan komentar, kami tunggu yah !!!!